Konseling Ego Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang. Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Dia mungkin paling terkenal untuk coining krisis identitas frase. Anaknya, Kai T. Erikson, adalah seorang sosiolog Amerika. Erik Erikson lahir di Frankfurt dari orang tua Denmark, Identitas Erik Erikson dalam psikologi dapat ditelusuri ke masa kecilnya. Ia dilahirkan 15 Juni 1902 sebagai hasil dari hubungan di luar nikah ibunya dan keadaan kelahirannya yang tersembunyi dari dia di masa kecilnya. Ibunya, Karla Abrahamsen, berasal dari keluarga Yahudi terkemuka di Kopenhagen, Henrietta ibunya meninggal ketika Karla hanya 13 tahun. ayah Abrahamsen's, Josef, seorang pedagang barang kering. Saudar Karla : Einar, Nicolai, dan Axel aktif dalam amal Yahudi lokal dan membantu menjaga dapur umum gratis bagi imigran Yahudi miskin dari Rusia. Sejak Karla Abrahamsen resmi menikah dengan pialang saham Yahudi Waldemar Isidor Salomonsen pada saat itu, putranya, lahir di Jerman, terdaftar sebagai Erik Salomonsen. Tidak ada informasi lebih lanjut tentang ayah kandungnya, kecuali bahwa dia adalah seorang Dane dan namanya mungkin diberikan adalah Erik. Hal ini juga menyarankan agar dia menikah pada saat yang mengandung Erikson. Setelah kelahiran anaknya, Sheila dilatih untuk menjadi seorang perawat, pindah ke Karlsruhe dan pada tahun 1904 menikah dengan seorang Yahudi dokter anak Theodor Homburger. Pada tahun 1909 Erik Erik Salomonsen menjadi Homburger dan pada 1911 ia secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya. Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus rincian kelahirannya rahasia. Dia adalah seorang, jangkung pirang, bermata biru anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Di sekolah kuil, anak-anak menggodanya karena Nordic; di sekolah dasar, mereka menggoda dia untuk menjadi Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina, ia berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson mengalami psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi seorang analis sendiri. Dia dilatih dalam psikoanalisis di Wina psikoanalitis Institute dan juga mempelajari metode pendidikan Montessori, yang berfokus pada perkembangan anak. Setelah lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru saja berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital, Hakim Bimbingan Baker Center dan di Harvard Medical School dan Psikologis Klinik, membangun reputasi sebagai dokter. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson belajar anak suku asli Yurok Amerika. Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh tahun bekerja dan mengajar di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan psikiatri terkemuka di Stockbridge, Massachusetts, dimana ia bekerja dengan orang-orang muda emosional bermasalah. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id. Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul "Dimensi dari Identity Baru." Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994. Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri. Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai "kebajikan", istilah yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian, sebagaimana diterapkan untuk obat-obatan yang berarti "potensi." Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi yang berhasil. Anehnya dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap individu harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung ketegangan atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap tantangan hidup dipahami dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan berguna, didapat kebajikan yang optimal. Jadi, 'kepercayaan' dan 'salah kepercayaan' itu harus dipahami dan diterima, agar harapan realistis 'untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama. Demikian pula, 'integritas' dan 'putus asa' itu harus dipahami dan berpelukan, agar hikmat ditindak-lanjuti ' sebagai solusi yang layak pada tahap terakhir. Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan pada pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja. pendekatan teoretis-Nya telah dipelajari dan didukung, khususnya mengenai remaja, oleh James Marcia. Marcia's Erikson bekerja diperpanjang dengan membedakan berbagai bentuk identitas, dan ada beberapa bukti empiris bahwa orang-orang yang membentuk diri yang paling koheren-konsep pada masa remaja adalah mereka yang paling mampu membuat lampiran intim di usia dewasa awal. Ini mendukung teori Eriksonian, di bahwa menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis dewasa awal adalah mereka yang paling berhasil menyelesaikan krisis remaja. Teori Kepribadian Menurut teori ini manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi. Tahap Perkembangan Kepribadian Erikson lebih menekankan pembahasan kepada pembahasan psikososial. Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian menjadi delapan tahap, yaitu:
Perkembangan yang sukses ditandai dengan sifat percaya. Jika anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orangtuanya dan kebutuhan terpenuhi dengan baik. Perkembangan yang gagal jika pada masa ini anak sering diterlantarkan dan dikasari oleh orangtua, maka dalam dirinya akan berkembang sikap tidak percaya.
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya otonomi sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya perasaan ragu-ragu dan malu. Pada usia ini anak perlu mendapat kesempatan untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahannya itu. Jika orangtua terlalu berbuat banyak untuk kepentingan anak, hal ini dapat menghambat otonomi dan merusak kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara berhasil. Sikap orangtua yang cenderung melarang, memarahi, dan menyesali perbuatan anaknya akan menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa sekarang maupun pada tahap perkembangan selanjutnya.
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut Erikson tugas individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orangtua dalam mendidik adalah senantiasa memberikan kesempatan kepada anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai percobaan yang ingin mereka lakukan dan jika perlu merangsang mereka untuk melakukan berbagai jenis percobaan walau menunjukkan hasil yang minimal.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan “menghasilkan”, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan rasa rendah diri. Anak yang sukses menjalani perkembangannya sudah mau melakukan sesuatu, contohnya menyapu rumah, mengerjakan PR, dan membersihkan sepatu sendiri. Kewajiban melakukan hal tersebut menjadi ciri sukses yang disebut dengan mamapu menghasilkan tanggung jawab. Sebaliknya anak yang kurang beruntung mengalami rendah diri, misalnya takut ke sekolah, takut bernyanyi, dan kecenderungan merajuk. Anak-anak pada tahap ini mempunyai tugas untuk membentuk nilai-nilai pribadi, melibatkan diri dalam kegiatan sosial, belajar menerima dan memahami orang lain. Kegagalan pada masa ini akan membentuk rasa ketidakmampuan sebagai seorang dewasa kelak, dan tahap perkembangan selanjutnya akan mengarah negatif.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan kemampuan mengenal identitas dirinya sendiri. Perkembangan yang gagal ditandai dengan kebingungan baik dalam peran gender, bingung dengan keadaan diri dan cita-cita di masa depan. Menurut Erikson, krisis utama yang sering terjadi pada masa ini adalah krisis identitas yang berpengaruh terhadap perkembangan individu di masa dewasa. Remaja yang gagal dalam menentukan dirinya akan cenderung mengalami konflik peran, kehilangan tujuan dan arah hidupnya.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi. Intim yang dimaksud adalah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang lain dan tidak menyukai menyendiri. Perkembangan yang baik pada masa ini ditandai dengan adanya kematangan untuk memasuki lembaga perkawinan. Sebaliknya orang yang suka menyendiri sebenarnya ia sedang berada dalam kekacauan perkembangan. Ketidakpercayaan terhadap orang lain serta ketidakberanian untuk bekerja sama membuat individu tersebut untuk mengurung diri, mengalami kesukaran dalam membina rumah tangga yang harmonis dan kesulitan bekerja bersama orang lain.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan adanya keaktifan dalam berbagai bidang secara umum. Secara umum individu yang berada pada masa ini mampu melibatkan diri secara luas yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bersahabat. Inilah yang disebut dengan kedewasaan dan kematangan secara penuh. Individu yang sukses akan mampu berprestasi dengan baik pada bidang yang ditekuninya. Pada tahap ini sudah mencapai kematangan yang sempurna baik secara sosial, ekonomi, emosi dan intelektual.
Perkembangan yang sukses ditandai dengan keterpaduan dan perkembangan yang gagal ditandai dengan keputusasaan. Sukses yang terpadu maksudnya apa yang dilakukannya sudah dapat dimaknainya dengan baik, misalnya jika sudah memiliki cucu, dia akan sayang pada cucu dan menantunya. Sebaliknya perkembangan yang gagal cenderung membenci menantu dan cucu serta banyak penyesalan. Proses Perkembangan Kepribadian Erikson membagi atas empat tahapan sebagai berikut:
Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada empat aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
Coping behavior merupakan konsep yang pokok dalam konego dan salah satu tujuan dari konego adalah pembentukan coping behavior pada diri klien. Sedangkan yang menjadi tujuan akhir perkembangan kepribadian adalah terbentuknya coping behavior secara otomatis. Fungsi Ego Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai Munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
Tujuan Konseling Adapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada. Proses Konseling Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu:
Teknik-Teknik Konseling Adapun teknik-teknik dalam konseling ego adalah:
Langkah-Langkah Konseling Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konego adala:
KESIMPULAN Model konseling ego lebih menekankan pada fungsi ego, yaitu dengan menonjolkan ego strength (kekuatan ego). Individu yang memiliki ego yang kuat akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membina hubungan sosial yang harmonis bersama orang lain. Dalam perkembangan individu Erikson membaginya menjadi perkembangan yang sukses dan perkembangan yang gagal pada setiap tahap perkembangan. |
|
Teori Self (Rogers) |
Terdapat sejumlah konsep-konsep dasar dalam literature psikologi yang selama bertahun-tahun mendukung teori self. Diantara begitu banyak teori self, kita dapat menemukan konsep-konsep yang dikemukakan oleh Snygg and Combs, Sarbin, Mead, dan Koffka.namun tidak ada diantara mereka yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan teori self sebagaimana yang dilakukan oleh Carl Rogers. Hampir memiliki kasus yang sama dengan Freud gagasan yang dikemukan oleh Carl Rogers memiliki pengaruh besar dalam bidang konseling. Meskipun pada waktu yang bersamaan juga telah memunculkan berbagai kontroversi. Pada bukunya Counseling and Psychotherapy tahun 1942. Rogers terlihat mempunyai keinginan yang demikian kuat untuk membangun individu dengan harapan setiap orang akan dapat terbebas dari rasa cemas sehingga dapat hidup nyaman ditengah masyarakat. Struktur Kepribadian Pandangan dasar terhadap manusia Manusia adalah rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Dalam kondisi yang memungkinkan, manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju, dan menjadi individu yang positif dan konstruktif Rogers membentuk teori kepribadian berdasarkan tiga komponen pokok yaitu : organisme, lapangan phenomenal dan self a. Organisme Istilah organisme menjelaskan individu secara totalitas, :organisme adalah sebuah sistem yang diorganisir secara total dimana apabila salah satu bagian sistem berubah maka akan mengakibatkan pula perubahan bagian yang lainnya”. (Rogers, 1951,p.487). Maka disini organisme menjelaskan bahwa seseorang itu tercermin dari cara berpikir, cara bertingkah laku dan wujud fisik. Menurut Rogers organisme bereaksi secara menyeluruh terhadap lapangan phenomenal dan reaksi tersebut merupakan upaya untuk kebutuhan dasar, aktualisasi diri, dan sebagai simbol reaksi terhadap pengalaman yang dihadapi. b. Lapangan Phenomenal Lapangan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang pernah dialami seseorang. Setiap individu dalam kehidupannya secara terus menerus mengalami perubahan pengalaman hidup dimana dia sendiri adalah pusat dari kejadian itu. Lapanagn phenomenal , dimana individu selalu mengalami perubahan terus menerus meliputi kejadian-kejadian eksternal dan internal dari individu tersebut. Sebagian kejadian disadari (diterima secara sadar) dan sebagian lagi diterima secara tidak sadar. Namun yang terpenting untuk dicatat adalah apa yang dia terima (secara sadar atau tidak sadar) dari pengalaman yang dialaminya bukan kenyataan yang sebenarnya, karena bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap suatu kejadian itulah kenyataan. c. Self Menurut Rogers self berbeda dari lapangan phenomenal yang terdiri berbagai persepsi dan nilai-nilai ”I” dan “me”. Menurut Rogers dalam konsep struktur kepribadian, self adalah pusat dari struktur. Self menggerakkan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Begitu dia berinteraksi akan menimbulkan dua kemungkinan, bisa berinteraksi baik dengan lingkungan atau malah mendistorsi nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh orang lain. Maka disini self berupaya menjaga konsisten perilaku organisme dan perilaku dirinya sendiri. Pengalaman yang konsisten dengan konsep self dapat disebut berintegrasi, sedangkan yang tidak maka akan diterima sebagai ancaman atau kendala. Sentral menurut konsep self adalah segala sesuatu yang selalu berproses, bertumbuh dan berubah sebagai akibat dari interaksi berkesinambungan dengan lapangan phenomenal Perkembangan Kepribadian a. Organismic Valuing Process ( OVP) Pengalaman yang diperoleh seorang bayi saat dia gagal memenuhi kebutuhannya akan memberikan pesepsi tentang nilai-nilai negatif sedangkan pengalaman dimana ia dapat memenuhi kebutuhannya akan memberikan nilai-nilai positif, proses mendapatkan nilai-nilai positif dan negatif itulah yang dinamakan OVP. Dalam OVP nilai-nilai tidak pernah bertahan tetap pada diri seseorang, karena nilai-nilai tersebut secara berkesinambungan akan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman yang tersimbolisasi secara akurat. b. Positive Regard From Others (PRO) Positive Regard From Others adalah kondisi dimana individu memulai menerima nilai-nilai dari orang lain dibandingkan dengan nilai-nilai yang ia miliki, inilah yang akhirnya membentuk evaluasi cara berfikirnya berdasarkan perilaku yang dinilai orang lain. c. Self Regard (SRG) orang lain tanpa memperdulikan nila-nilai itu memuaskannya atau tidak. Seorang mulai membangun penghargaan untuk dirinya sendiri berdasarkan persepsinya terhadap penghargaan yang ia terima dari orang lain. Seseorang mulai mengendalikan perilakunya baik atau buruk karena memperhatikan nilai-nilai yang dimiliki d. Condition Of Worth (COW) Individu memberikan nilai-nilai positif terhadap pengalaman yang tidak memuaskannya dan dia memberikan nilai-nilai negatif terhadap pengalaman yang memuaskan dirinya. Contoh nilai positif yang tidak menyenangkan “anak yang memukul teman akibatnya dia dimarahi guru, dia tidak senang dimarahi tapi dari peristiwa itu dia mendapatkan nilai-nilai positif bahwa tidak boleh memukul orang. Nilai negatif tapi menyenangkan misal “seorang anak memeras kawannya dan dia puas tapi dia melihat kawannya menangis maka dia tahu kalau diperas itu menyakitkan”. e. Kondisi-kondisi agar seseorang mengalami perkembangan normal Kondisi-kondisi yang membentuk perkembangan kepribadian normal adalah individu secara terus menerus mengalami pengalaman positif berdasarkan penilaian dari orang lain. Misalnya ”jika seorang anak selalu merasa dicintai oleh lingkungannya walaupun lingkungan atau keluarganya itu tidak bisa menerima beberapa perilaku si anak tadi”. Jika individu terus menrus dievaluasi secara positif oleh lingkungannya maka individu ini akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat”. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai Salah suai terjadi apabila pengalaman organisme dan self tidak sejalan. Contoh ” ketika pengalaman yang terjadi tidak cocok dengan nilai-nilai yang semestinya terjadi”. Ibunya mengajari anak-anak tidak boleh bohong, tapi ketika ada seseorang mencari ibunya, anak tadi disuruh untuk mengatakan bahwa ibunya tidak ada dirumah. Seorang anak laki-laki yang punya saudara empat orang yang semuanya perempuan. Sehingga dirumah itu dididik ala perempuan termasuk mainan maka si anak laki-laki tadi akan melakukan tindakan salah suai. Karakteristik Pribadi Salah Suai a. Estrangement (keterasingan) Rogers berpendapat bahwa keterasingan adalah individu yang dalam perkembangannya mendapat nilai-nilai tertentu yang tidak dapat membenarkan dirinya sendiri. Seorang anak yang melakukan banyak hal yang dapat memuaskan dirinya tapi dapat menyebabkan orang lain memberikan respon negatif kepadanya. Seorang anak membuat keributan saat orang tuanya meminta dia untuk diam atau dia akan bermain dengan benda-benda yang seharusnya tidak boleh ia sentuh. b. Incongruity (Ketidaksesuaian tingkah laku) Perilaku yang dianut individu berdasarkan dengan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan self konsep tetapi justru sejalan dengan pengalaman yang bertentangan dengan struktur kepribadian. Ketidak sesuian tingkah laku sebagai akibat dari perkembangan keadaan dan ketidak sesuaian antara konsep diri dan pengalaman maka timbulah ketidaksesuaian tingkah laku karena ketidak mampuan menilai diri sendiri secara positif, kecuali nilai-nilai yang dipaksakan. Hal ini sering menimbulkan kecemasan terhadap individu tersebut. c. Anxiety (Kecemasan) Kecemasan muncul sebagai reaksi terhadap penolakan, merasa terancam, takut disakiti yang akhirmya memicu bagaimana ia melakukan pembelaan terhadap dirinya. d. Defense Mechanisms ( Mekanisme pertahanan) Mekanisme pertahanan adalah tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan supaya persepsinya terhadap pengalaman yang terjadi tetap konsisten dengan struktur self. Contoh : Seorang wanita yang menggunakan rasio berpikir untuk menilai apa yang telah ia lakukan. e. Maladaptive Behavior (Tingkah laku yang salah suai) Perilaku menyimpang biasanya menggiring individu berada pada tingkat ketegangan atau kecemasan, perilaku ini cenderung kaku (tidak fleksibel) karena adanya kerancuan persepsi dirinya terhadap pengalaman yang sudah ia alami sendiri. Dampaknya individu tersebut tidak mampu menjadi pribadi yang fleksibel, tidak bisa berbaur dengan lingkungan dan irasional. Tujuan Konseling a. Tujuan konseling ditentukan oleh klien. b. membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan self actualization sehingga ia dapat melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan seluruh hambatan-hambatan bagi kemajuan dirinya. c. Membebaskan klien dari kungkungan tingkah laku yang dipelajarinya selama ini yang membuatnya dirinya palsu dan terganggu dalam self actualization. Proses Konseling a. Kondisi-kondisi penting dalam proses konseling o Kontak psikologis dengan klien o Meminimalisasikan tingkat kecemasan klien o Konselor harus tampil apa adanya o Konselor memberikan penghargaan yang tulus o Konselor harus empati dan mengerti keadaan klien o Konselor mampu merubah persepsi klien b. Proses konseling o Dalam proses konseling konselor harus berupaya agar klien bebas mengekspresikan perasaannya. o Klaien merasa nyaman berada bersama konselor karena konselor tidak pernah merespon negatif o Klien didorong sebanyak mungkin menggunakan kata ganti saya o Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang realistik o Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri. c. Penerapan proses konseling o Penghargaan bagi individu o Sifat hubungan dalam konseling, tanggung jawab dalam hubungan konseling diletakkan pada klien bukan pada konselor o Batas waktu konseling. Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada klien o Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu klien bukan terhadap masalah o Menekankan asas kekinian (disini dan sekarang) o Konselor tidak perlu mendiagnosis, klienlah yang mendiagnosis dirinya sendiri o Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada intelektual o Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi kepada klien o Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas. Perkembangan Terbaru Teori Self · Hasil satudi aktual terhadap proses konseling yang dilakukan Rogers dan Dymond (1954) dan Raskin (1949), menunjukkan bahwa kemajuan dalam proses konseling mengalami penurunan jika adanya sifat defensif (perlawanan dari klien). Adanya peningkatan kecocokan antara self dan pengalaman akan menunjukkan tendensi bahwa klien akan menjadi pusat evaluasi · Individu yang sudah pernah menjalani konseling yang berpusat pada klien, akan memiliki perbaikan dan peningkatan diri · Individu yang dapat berkomunikasi dengan hangat, bersikap apa adanya serta memiliki empati yang tinggi akan lebih efektif dalam membantu orang lain. Kesimpulan Rogers membentuk teori kepribadian itu berdasarkan tiga komponen pokok yaitu : Organisme, lapangan phenomenal, dan self. Jika tidak sinkronisasi ketiga komponen tersebut maka pada diri individu terjadi tingkah laku salah suai |
Teori Analitik Jung |
Carl Gustav Jung lahir di Kesswyl, suatu kota dikawasan Lake Constace di Canton Thurgau, Swiss, pada tanggal 26 Juli 1875 dan besar di Basel. Ayahnya adalah seorang pendeta pada Gereja Reformasi Swiss. Jung masuk Universitas Basel dengan tujuan untuk menjadi seorang ahli bahasa-bahasa kuno dan jika mungkin menjadi seorang arkeolog, tetapi suatu mimpi telah membangkitkan minatnya dalam studi ilmu-ilmu alamdan secara kebetulan dalam ilmu kedokteran. Setelah ia mendapat gelar kedokteran dari Universitas Basel ia menjadi asisten pada Rumah Sakit Jiwa di Burgholzli, Zurich, dan Klinik Psikiatri Zurich dan mulailah keriernya dalam psikiatri. Dalam tahun 1909 ia melepaskan pekerjaannya di Burgholzli dan pada tahun 1913 ia melepaskan jabatan lektor dalam psikiatri pada Universitas Zurich supaya dapat mencurahkan seluruh waktunya untuk praktik privat, memberikan latihan, penelitian, bepergian dan menulis. Selama bertahun-tahun ia mengadakan seminar dalam bahasa inggris untuk mahasiswa-mahasiswa yang berbahasa inggris, dan tak lama ia berhenti dari kegiatan mengajar, sebuah lembaga pendidikan untuk menghormat namanya didirikan di Zurich. Pada tahun 1944 Jurusan Psikologi Kedokteran pada Universitas Basel dibuka khusus untuk Jung, tetapi kesehatannya yang mulai memburuk membuatnya terpaksa untuk berhenti dari jabatan ketua setelah satu tahun ia meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 1961 di Zurich dalam usia 85 tahun. Karya Jung yang diterbitkan setelah kematiannya adalah Memories, dreams, reflektions. Suasana buku itu tercermin dalam kalimat pertamanya “Kehidupanku adalah suatu kisah realisasi-diri ketidaksadaran”. Carl Gustav Jung diakui sebagai salah seorang diantara ahli-ahli pikir psikologi yang terkemuka abad XX. Selama 60 tahun, aia mengabdikan dirinya dengan segenap tenaga dan tujuan tunggal untuk menganalisis proses-proses kepribadian manusia yang sangat luas dan dalam. Meskipun teori kepribadian Jung biasanya dipandang sebgai teori psikoanalitik karena tekanannya pada proses-proses ketidaksadaran, namum berbeda dalam sejumlah hal penting dengan teori kepribadian Freud. Mungkin segi yang paling khusus dan mencolok dalam pandangan Jung tentang manusia adalah bahwa ia tidak hanya ditentukan oleh sejarah individu dan ras (kausalitas), tetapi juga ditentukan oleh tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi (teologi). Baik masa lampau sebagai aktualitas maupun masa depan sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku sekarang. Mengutip kata-kata Jung, “ Orang hidup dibimbing oleh tujuan-tujuan maupun sebab-sebab”. Struktur Kepribadian. Keseluruhan kepribadian atau psikhe, sebagaimana disebut oleh Jung terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda, namun saling berinteraksi. Sistem-sistem yang terpenting adalah ego, ketidaksadaran pribadi berserta kompleks-kompleksnya, ketidaksadaran kolektif beserta arkhetipus-arkhetipusnya, persona, anima dan animus, dan bayang-bayang. Disamping sistem-sistem yang saling tergantung ini terdapat sikap-sikap introversi dan ekstraversi, serta fungsi-fungsi pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi. Akhirnya terdapat diri (self) yang merupakan pusat dari seluruh kepribadian.
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, pikiran-pikiran, dan perasaan-perasaan sadar. Ego melahirkan perasan identitas dan kontinuitas seseorang, dan dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.
Adalah dearah yang berdekatan dengan dengan ego. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi. Isi dari ketidaksadaran pribadi, seperti isi bahan bahan prasadar pada konsep freud dapat menjadi sadar, dan berlangsung banyak hubungan dua arah antara ketidaksadaran pribadi dan ego.
Kompleks adalah kelompok yang terorganisir atau konstelasi perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan ingatan-ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau “mengkonstelasikan” berbagai pengalaman kearahnya.
Adalah gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang, masa lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri, tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama banyak generasi.
Adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta kebutuhan-kebutuhan arketipal sendiri. Ia merupakan peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang, sebagian yang oleh masyarakat diharapkan dimainkan oleh seseorang dalam hidupnya. Tujuan topeng adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakekat sang pribadi yang sebanarnya. Persona adalah kepribadian publik.
Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingkat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga perempuan. Pada tingkat psikologis, sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis tersebut. Hormon seksualitas hanyalah salah satu bentuk perwujudan kondisi-kondisi tersebut, yang paling mengesankan adalah munculnya konsepsi tentang biseksualitas manusia. Jung mengaitkan sisi feminin kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe feminin pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus. Karena ditentukan oleh kromosom-kromosom janis dan kelenjar-kelenjar sek dan produk daro pengalaman-pengalaman ras pria dengan wanita dan wanita dengan pria. Dengan kata lain karena hidup bersama wanita berabad-abad, pria telah menjadi feminin; karena hidup bersama pria, wanita telah menjadi maskulin.
Arkhetipe bayang-bayang terdiri dari insting-insting binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah. Maka dari itu bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. sebagai arkhetipe, bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang dosa asal; bila bayang-bayang diproyeksikan keluar, maka ia menjadi iblis atau musuh. Arkhetipe bayang-bayang juga mengakibatkan munculnya pikiran, perasaan, dan tindakan yang tidak menyenangkan dan patut dicela oleh masyarakat dalam kesadaran dan tingkah laku. Selanjutnya semua hal ini bisa disembunyikan dari pandangan publik oleh persona atau direpresikan kedalam ketidaksadaran pribadi.
Diri adalah titik pusat kepribadian disekitar mana semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada keribadian. Diri adalah tujuan hidup, suatu tujuan yang terus menerus diperjuangkan orang, tetapi yang jarang tercapai. Seperti semua arkhetipe, ia memotivasikan tingkah laku manusia dan menyebabkan oleh mencari kebulatan, khususnya melalui cara-cara yang disediakan oleh agama. Pengalaman-pengalaman religius sejati merupakan bentuk pengalaman yang paling dekat ke diri (self hood) yang mampu dicapai oleh kebanyakan manusia.
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarahkan sang pribadi ke dunia luar, dunia objektif, sikap introversi mengarahkan orang kedunia dalam, dunia subjektif. Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian, tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar, sedangkan yang lain kurang dominan dan tidak sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstravert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.
Ada empat fungsi psikologis fundamental: pikiran, perasaan, pendirian, dan intuisi. Berfikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berfikir manusia memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri. Perasaan adalah fungsi evaluasi; ia adalah nilai benda-benda, entah bersifat positif dan negatif, bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, dan cinta. Pendirian adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan, ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia. Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi dibawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan. Dinamika Kepribadian Jung memandang kepribadian atau psikhe sebagai sistem energi yang setengah tertutup. Ia tidak disebut sama sekali tertutup karena energi dari sumber-sumber luar harus ditambahkan pada sistem, misalnya dengan makan, atau dikurangi dari sistem. Misalnya dengan malakukan pekerjaan yang menggunakan otot. Variasi struktur kepribadian yang kompleks membuat elaborasi dinamika kepribadian sukar dibuat formulanya. Akhirnya Jung mencoba mendekati dinamika itu dari prinsip-prinsip interaksi dan fungsi/tujuan penggunaan energi psikis:
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara: saling bertentangan (oppose), saling mendukung (compensate), dan bergabung menjadi kesatuan (synthese). Prinsip oposisi paling sering terjadi, karena kepribadian berisi berbagai kecenderungan konflik. Menurut Jung, tegangan (akibat konflik) adalah esensi hidup; tanpa itu tidak ada enerji dan tidak ada keperibadian. Oposisi muncul dimana-mana-ego versus shadow, introversi versus ekstraversi, berpikir versus berperasaan, dan anima/animus versus ego (juga saling berkompensasi). Oposisi juga terjadi antara tipe kepribadian, ekstraversi versus introversi, fikiran versus perasaan dan penginderaan versus intuisi.
Dipakai untuk menjaga agar kepribadian tidak menjadi neurotik. Umumnya terjadi antara sadar dan taksadar; fungsi yang dominan pada kedasaran dikompensasi oleh hal lain yang direpres. Misalnya kalau sikap sadar mengalami frustasi, sikap taksadar akan mengambil alih. Ketika orang tidak dapat mencapai apa yang dipilihnya, dalam tidur sikap taksadar mengambil alih dan muncul ekspresi mimpi. Arsetip berkompensasi dengan pikiran sadar, anima/animus berkompensasi dengan karakter feminin/maskulin.
Menurut Jung, kperibadian terus menerus berusaha untuk menyatukan pertentangan yang ada. Berusaha untuk mensintesakan pertentangan untuk mencapai kepribadian yang seimbang dan integral. Integral ini hanya sukses dicapai melalui fungsi transeden. Energi Psikis Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi psikis. Energi psikis merupakan manifestasi energi kehidupan, yaitu energi organisme sebagai sistem biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain, yaitu dari proses-proses metabolitik tubuh. Istilah Jung untuk energi kehidupan adalah libido. Tetapi ia juga menggunakan libido secara berganti-ganti dengan energi psikis. Jung tidak mempunyai pendirian tegas tentang hubungan antara energi psikis tetapi ia yakin bahwa hipotesis yang dapat diterima.
Interaksi antar struktur kepribadian membutuhkan energi. Jung berpendapat bahwa personality adalah sistem yang leratif, bersifat kesatuan yang saling mengisi, terpisah dari sistem energi lainnya. Kepribadian dapat mengambil energi baru dari proses boilogik dan dari sumber eksternal, yakni pengalaman individu, untuk memperkuat energi psikis. Berfungsinya kepribadian tergantung kepada bagaimana energi yang dipakai. Energi yang dipakai oleh kepribadian di sebut energi psikis, atau energi hidup (life energi). Energi itu tampak dari kekuatan semangat, kemauan, dan keinginan, serta berbagai proses seperti mengamati, berpikir, dan memperlihatkan
Ukuran banyaknya energi psikis yang tertanam dalam salah satu unsur kepribadian disebut nilai psikis (psychic value) dari unsur itu. Suatu ide atau perasaan tertentu dikatakan memiliki value psikis yang tinggi kalau ide atau perasaan itu memainkan peran penting dalam meneruskan dan mengarahkan tingkah laku. Kesamaan (equivalence) dan keseimbangan (entropy) Enegi psikis bekerja mengikuti hukum termodinamika, yaitu prinsip ekuivalen dan prinsip entropi. Prinsip ekuivalen menyatakan jumlah energi psikis selalu tetap, hanya distribusinya yang berubah. Jika energi pada satu elemen menurun, energi pada elemen lain akan naik. Misalnya, jika perhatian anak kepada orang tuanya menurun, maka perhatiannya kepada teman sebayanya akan naik. Orang yang energi sadarnya bertambah, energi energi taksadarnya akan berkurang. Prinsip entropi mengemukakan tentang kecenderungan energi menuju keseimbangan. Dua benda yang panasnya berbeda, manakala bersentuhan maka benda yang lainlebih panas akan mengalirkan panasnya kebenda yang lebih dingin, sampai tenperatur keduanya sama. Jadi apabila dua nilai psikis kekuatannya tidak sama, maka energi yang lebih tinggi akan mengalir ke energi yang lebih rendah, sampai terjadi keseimbangan. Perkembangan Kepribadian Perkembangan kepribadian adalah salah satu peristiwa psikis yang sangat penting, pendekatan Jung untuk menjelaskan mengapa peristiwa psikis itu terjadi lebih lengkap dibanding Freud. Pandangan Freud bersifat mekanistik atau kausalistik, menurutnya semua peristiwa disebabkan oleh semua yang terjadi pada masa lalu. Jung mengedepankan pandangan purposif atau teologik, yang menjelaskan kejadian sekarang ditentukan oleh masa depan atau tujuan. Jung yakin bahwa dua pandangan ini, mekanistik dan purposif dibutuhkan dibutuhkan untuk melengkapi pemahaman terhadap kepribadian: masa kini bukan hanya ditentukan oleh masa lalu, tetapi juga oleh masa depan. Prinsip mekanistik akan membuat manusia menjadi sengsara, karena terpenjara masa lalu. Manusia tidak bisa bebas menentukan tujuan atau membuat rencana karena masa lalu yang tidak dapat diubah itu yang menentukan apa yang akan terjadi. Sebaliknya prinsip purposif membuat membuat orang mempunyai perasaan penuh harapan, ada sesuatu yang membuat orang berjuang dan bekerja. Menurut Jung, peristiwa psikis tidak selalu dapat dijelaskan dengan prinsip sebab akibat. Dua peristiwa psikis yang terjadi secara bersamaan dan tampak saling berhubungan, yang satu tidak menjadi penyebab dari yang lain, karena keduanya tidak dapat ditunjuk mana yang masa lalu dan mana yang masa depan. Ini dinamakan prinsip sinkronisitas. |
Pendekatan Gestalt
Frederick Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Masa mudanya adalahmasa masa-masa yang penuh dengan masalah. Dia mengganggap dirinya sebagai sumber masalah dalam keluarganya dan dia bermasalah dengan pendidikannya. Bahkan di kelas tujuh, Frederick sempat tinggal kelas sebanyak dua kali dan bahkan keluar dari sekolah karena dia memiliki masalah dengan gurunya.
Walaupun di masa mudanya Frederick memiliki masalah dengan pendidikan, tetapi dia dapat menyelesaikan sarjananya, dan pada tahun 1916 dia bergabung dengan angkatan darat Jerman pada PD I.
Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.
Pandangan tentang manusia
Walaupun pada awalnya Frederick merupakan pengikut aliran psikoanalisa, tetapi dalam perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic. Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah dialamai oleh konseli, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana konseli berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri daripada mengapa konseli berperilaku seperti itu.
Teori Gestalt merupakan suatu pendekatan konseling yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa individu harus dipahami pada konteks hubungan yang sedang berjalan dengan lingkungan (ongoing relationships). Sehingga salah satu tujuan konseling yang ingin dicapai oleh Gestalt adalah menyadarkan (awareness) konseli terhadap apa yang sedang dialami dan bagaimana mereka menangani masalahnya. Gestalt berkeyakinan bahwa melalui kesadaran ini maka perubahan akan muncul secara otomatis.
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli.
Gestalt meyakini bahwa konseli adalah sosok yang terus tumbuh dan memiliki kemampuan untuk berdiri di atas dua kakinya sendiri serta mampu mengatasi masalahnya sendiri. Hal ini membuat pendekatan Gestalt memiliki dua agenda besar dalam proses konseling yaitu, a) menggerakkan konseli untuk berubah dari environmental support ke self-support dan b) integrasi ulang terhadap bagian-bagian kepribadian yang tidak dimiliki (reintegrating the disowned parts of personality).
Agenda sebagaimana disebut di atas berpengaruh terhadap proses konseling yang akan dilakukan oleh konselor. Dalam proses konseling, konselor tidak memiliki agenda khusus, konselor tidak memiliki keinginan-keinginan, memahami bagaimana konseli berhubungan dengan lingkungan secara saling ketergantungan (interdependence). Hal ini mengarahkan konselor untuk menekankan proses dialog selama proses konseling. Pendekatan ini akan menciptakan kontak yang spontan yang pada akhirnya berujung pada bagaimana konselor dan konseli memahami proses konseling itu sendiri (moment-to-moment experience).
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Yontef (1993) menyatakan secara eksplisit bahwa, “In Gestalt therapy there are no "shoulds." Instead of emphasizing what should be, Gestalt therapy stresses awareness of what is. What is, is. This contrasts with any therapist who "knows" what the patient "should" do”.
Pola pikir di atas menunjukkan bahwa dalam proses konseling, konseli akan berusaha mengenali siapa dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Sebab Gestalt yakin bahwa permasalahan tidak akan selesai jika konseli masih menjadi orang lain. Masalah akan selesai jika konseli secara sadar memahami siapa dirinya. Sehingga, dalam proses konseling, konseli akan difasilitasi untuk memahami siapa dirinya dan bukan diarahkan untuk menjadi apa.
Prinsip Teori Gestalt
Prinsip Teori Gestalt
Dalam terapi Gestalt, pengalaman menyeluruh (pikiran, perasaan dan sensasi tubuh) dari individu menjadi perhatian yang sangat penting. Pendekatannya lebih dipusatkan pada kondisi di sini dan saat ini (here and now) yaitu menyadari apa yang terjadi dari waktu ke waktu (moment by moment).
Holism keseluruhan merupakan teori Gestalt yang utama. Gestalt tidak memandang manusia bagian perbagian. Manusia tidak bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya saja, atau dari komponen psikisnya saja. Tetapi mengenal manusia harus dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi psikis dan fisiknya. Selain itu, mengenal manusia tidak didasarkan pada diri individu itu saja, tetapi terintegrasi dengan lingkungan di mana individu tersebut berada. Perls (dalam Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan sebagai suatu keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon motorik, respon perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.
Field Theory adalah teori Gestalt yang menyatakan bahwa mengenal manusia harus dilihat pula lingkungan di mana manusia itu berada. Dengan demikian, konselor akan memberikan perhatian lebih kepada konseli terhadap interaksinya dengan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, tempat kerja). Dengan kata lain, bahwa field theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan medan (field) yang dialami oleh konseli. pada saat ini. Hal ini lebih daripada hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993).
The Figure-Formation Process dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan pengorganisasian atau memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.
Organismic Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha dengan keras untuk menjaga keseimbangan yang secara terus menerus diganggu oleh kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga keseimbangan ini berjalan dengan baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi utuh. Pada dasarnya manusia memiliki kekuatan yang secara alami akan mengarahkan mereka untuk melakukan proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses penyeimbangan ini berbentuk proses asimilasi, mengakomodasi perubahan atau menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah seringkali muncul saat seseorang berusaha untuk melakukan pemutusan kontak (interruption contacts).
Saat Ini (The Now)
Holism keseluruhan merupakan teori Gestalt yang utama. Gestalt tidak memandang manusia bagian perbagian. Manusia tidak bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya saja, atau dari komponen psikisnya saja. Tetapi mengenal manusia harus dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi psikis dan fisiknya. Selain itu, mengenal manusia tidak didasarkan pada diri individu itu saja, tetapi terintegrasi dengan lingkungan di mana individu tersebut berada. Perls (dalam Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan sebagai suatu keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon motorik, respon perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.
Field Theory adalah teori Gestalt yang menyatakan bahwa mengenal manusia harus dilihat pula lingkungan di mana manusia itu berada. Dengan demikian, konselor akan memberikan perhatian lebih kepada konseli terhadap interaksinya dengan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, tempat kerja). Dengan kata lain, bahwa field theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan medan (field) yang dialami oleh konseli. pada saat ini. Hal ini lebih daripada hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993).
The Figure-Formation Process dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan pengorganisasian atau memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.
Organismic Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha dengan keras untuk menjaga keseimbangan yang secara terus menerus diganggu oleh kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga keseimbangan ini berjalan dengan baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi utuh. Pada dasarnya manusia memiliki kekuatan yang secara alami akan mengarahkan mereka untuk melakukan proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses penyeimbangan ini berbentuk proses asimilasi, mengakomodasi perubahan atau menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah seringkali muncul saat seseorang berusaha untuk melakukan pemutusan kontak (interruption contacts).
Saat Ini (The Now)
Dalam pendekatan Gestalt, situasi saat ini merupakan hal yang sangat penting (the most significant tense). Sehingga dalam proses konseling, konseli akan diajak untuk belajar mengapresiasi dan mengalami secara penuh keadaan saat ini. Gestalt tidak akan mencari tahu apa yang telah terjadi di masa lalu, tetapi lebih pada mendorong konseli untuk membicarakan saat ini. Pemusatan pada masa lalu akan menjadi jalan bagi konseli untuk menghindari masalahnya. Joel dan Edwin (1992) menyatakan ”What does this mean, "present centered"? In essence, it means that what is important is what is actual, not what is potential or what is past, but what is here, now”.
Untuk membantu konseli memahami keadaan saat ini, maka konselor dapat membantu dengan memberikan kata tanya “Apa” dan “Bagaimana”, dengan demikian, kata tanya “Mengapa” adalah kata tanya yang sangat jarang dipergunakan (Zimberoff dan Hartman, 2003). Bahkan, seringkali konselor memotong pembicaraan konseli, jika konseli mulai berkutat dengan masa lalunya. Konselor akan memotong pembicaraan konseli dengan pernyataan seperti, ”Apa yang kamu rasakan pada saat kakimu bergoyang saat bicara?’ atau ”Dapatkah kamu merasakan tekanan suaramu? Tidakkah kamu merasa ketakutan?” Usaha konselor ini adalah untuk mengembalikan kesadaran konseli saat ini.
Konselor Gestalt meyakini bahwa pengalaman masa lalu, seringkali mempengaruhi keadaan konseli saat ini, terlebih jika pengalaman masa lalu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian atau masalah yang dimiliki oleh konseli. Di lain pihak, karena (mungkin) ketakutannya untuk menyelesaikan masalah, maka konseli cenderun untuk secara terus menerus membicarakan masa lalunya. Untuk mengatasi masalah ini, maka konselor dapat mengajak konseli untuk kembali ke saat ini dengan cara “membawa fantasinya ke saat ini” dan mencoba untuk mengajak konseli untuk melepaskan keinginannya. Sebagai contoh, seorang anak memiliki trauma dengan perilaku ayahnya. Konselor tidak mengajak konseli untuk membicarakan apa yang telah terjadi, tetapi lebih mengajak konseli untuk merasakan saat ini dan berorientasi pada pada apa yang ingin dilakukan (semisal, berbicara dengan ayahnya).
Urusan yang Belum Selesai (Unfinished Bussines)
Urusan yang Belum Selesai (Unfinished Bussines)
Individu seringkali mengalami masalah dengan orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa lalu yang belum terselesaikan atau terpecahkan disebut dengan Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan munculnya kemarahan (resentment), amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain), cemas (anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda (abandonment).
Polster (dalam Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku akibat unfinished bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa orang lain untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Sebagai contoh ada seorang mahasiswa yang menganggap bahwa semua perempuan itu tidak baik. Perilaku mahasiswa ini cenderung untuk menjauhi perempuan. Diketahui bahwa masa lalu mahasiswa ini mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya sewaktu berusia sekolah dasar (unfinished bussines). Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan dia berperilaku menjauhi perempuan. Sebab, jika itu dilakukan, maka mahasiswa ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif. Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu mahasiswa ini merasakan apa yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi mahasiswa ini untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Mahasiswa dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif.
Contact & Resisstance to Contact
Contact & Resisstance to Contact
Hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah malakukan kontak atau bertemu dengan orang lain di sekitar. Kirchner (2008) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk melakukan kontak secara efektif dengan orang lain, dengan kemampuan itu, maka individu akan dapat bertahan hidup dan tumbuh semakin matang. Semua kontak yang dilakukan oleh individu memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berujung pada bagaimana individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Perls menyatakan bahwa proses kontak dilakukan dengan cara melihat, mendengar, membau, meraba dan pergerakan. Lebih lanjut, Gestalt Institute of Cleveland (dalam Krichner, 2000) menunjukkan bahwa proses kontak terjadi karena tujuh tingkatan yaitu (a) sensation, (b) awareness, (c) mobilization of energy, (d) action, (e) contact, (f) resolution and closure, dan (7) withdrawal.
Proses kontak individu dengan individu lain seringkali mengalami masalah. Masalah ini seringkali muncul karena konseli cenderung untuk menghindari kontak dengan keadaan saat ini dan orang lain. Krichner (2000) menyatakan ada empat hal yang menjadi masalah konseli yaitu confluence, introjection, projection, dan retroflection
Energy & Blocks to Energy
Energy & Blocks to Energy
Pendekatan Gestalt memperhatikan energy yang dimiliki oleh individu. Dimana teori ini berkeyakinan bahwa untuk bisa menyelesaikan masalahnya, maka seseorang akan mengeluarkan energy. Penutupan energy ini akan tampak pada keadaan fisik seseorang. Seseorang yang tidak bisa mengeluarkan energinya, seringkali ditampakkan dengan perilaku non verbal seperti, bernapas pendek-pendek, tidak focus dengan lawan bicara, berbicara dengan suara tertahan, perhatian yang minimal terhadap sebuah obyek, duduk dengan kaki tertutup, posisi duduk yang cenderung menjauhi lawan bicara dan lain sebagainya. Sebagai contoh, seseorang yang pada saat ini ingin marah, tetapi tertahan, maka tubuhnya akan mereaksi penahaman marah (sebagai upaya pelepasan energy) dengan bentuk-bentuk seperti napas tersengal-sengal.
Dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu kondisi pelepasan energy yang dimiliki oleh konseli. Pada awalnya konseli diajak untuk mengenal perasaannya saat ini, dan kemudian membantu untuk melepaskan energi yang tertahan tersebut.
Konseling Behavioral(Skinner) |
Hakekat Manusia
Teori Perkembangan Kepribadian Behaviorisme mengikuti metode eksperimen. Perhatian mereka hanya tertuju terhadap prilaku yang dapat diamati secara ilmiah, hassil yang dapat diukur itulah yang diperhitungkan atau yang menjadi fokus perhatian. Contoh anak kecil menangis karena lapar. Kaum behavioralisme mengutamakan untuk mengubah perilaku bayi tersebut untuk tidak menangis, bukan laparnya. Selanjutnya perkembangan kepribadian didasari atas tiga prinsip belajar yaitu:
Berikut perbandingan antara Clasical or respondent dan Oprent conditioning
Konsep-konsep Penting dalam Behaviorisme Reinforcement
Teori Kepribadian Perbedaan antara tingkah laku normal dan salah suai tidak terletak pada bagaimana tingkah laku-tingkah laku itu dipelajari,melainkan pada tingkat kesesuaiannya terhadap tuntutan lingkungan. Tingkat kesesuaian ini akan menentukan apakah individu tidak lagi mendapat kepuasan dengan tingkah lakunya itu, dan ataukah akan timbul konflik antara individu dan lingkungan. Tujuan Konseling Tujuan konseling harus dinyatakan dalam bentuk dan istilah-istilah khusus, melalui:
Teknik Konseling
|
Konseling Psikologi Individual (Alfred Adler) |
Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial. Menurut Adler manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial. mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial diatas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:241) Manusia tidak semata-mata bertujuan untuk memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan: a. Tanggung jawab sosial b. Pemenuhan kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
·Struktur kepribadian 1)Dasar kepribadian terbentuk pada usia empat sampai dengan lima tahun. 2)Pada awalnya manusia dilahirkan Feeling Of Inferiority (FOI) yang selanjutnya menjadi dorongan bagi perjuangannya kearah Feeling Of Superiority (FOS). 3)Anak-anak menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan lingkungan itu. 4)Dalam pada itu sosial interest-nya pun berkembang 5)Selanjutnya terbentuk Life Style (LS) yang unik untuk masing-masing individu (human individuality) yang bersifat : (a)Self-deterministik. (b)Teleologis. (c)Holistik. 6)Sekali terbentuk Life Style (LS) sukar untuk berubah. Perubahan akan membawa kepedihan. Prayitno (1998:51). ·Kepribadian yang normal (sehat). Freud memandang komponen kehidupan yang normal/sehat adalah kemampuan “mencintai dan berkarya”, namum bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan memperdulikan kesejahteraan mereka. Motivasi dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan dorongan seksual. Cara orang memuaskan kebutuhan seksual ditentukan dengan oleh gaya hidupnya. Dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun kekhususan hubungan dengan orang dan pranata sosial ditentukan oleh pengalaman bergaul dengan masyarakat. Rincian pokok teori Adler mengenai kepribadian yang norma/sehat adalah sebagai berikut: 1)Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatarbelakangi aktivitas manusia adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior. 2)Persepsi subjektif individu membentuk tingkah laku dan kepribadian 3)Semua fenomena psikologis disatukan didalam diri individu dalam bentuk self. 4)Manfaat dari aktivitas manusiaharus dilihat dari sudut pandang interes sosial 5)Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup dari self. 6)Gaya hidup dikembangkan melalui kreatif individu. Alwisol (2006:78) ·Kepribadian yang menyimpang (TLSS) Sebab utama TLSS adalah perasaan FOI yang amat sangat yang ditimbulkan oleh: 1)Cacat mental atau fisik 2)Penganiayaan oleh orang tua 3)Penelantaran. Apabila ketiga hal diatas dibesar-besarkan maka FOI akan semakin berkembang. TLSS adalah hasil dari pengaruh lingkungan, yang pada umumnya berawal dari tingkah laku orang tua sewaktu masih kanak-kanak. Apabila pada diri individu berkembang situasi tegang karena memuncaknya perasaan FOI, maka TLSS mulai berkembang: 2)Upaya mengejar superioritas yang berlebihan. (a)terlalu keras, hingga menjadi kaku (rigid). (b)Perfeksionistik tidak wajar. 3)Sosial interes terganggu. (a)Hubungan sosial tidak mengenakkan. (b)Mengisolasi diri (selfish). Prayitno (1998:52).
Tujuan konseling adalah membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style (LS) serta mengurangi penilaian yang bersifat negatif terhadap dirinya serta perasaan-perasaan inferioritasnya. Kemudian membantu dan dalam mengoreksi persepsinya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya. Hal ini dilakukan bertujuan membentuk gaya hidupnya yang lebih efektif. Prayitno (1998:52).
Proses konseling diarahkan oleh konselor untuk mendapatkan informasi-informasi berkaitan dengan masa sekarang dan masa lalu sejak klien berusia kanak-kanak. Mulai dari mengingat komponen-komponen dalam keluarga, keanehan-keanehan prilaku yang terjadi didalam keluarga, sampai hal yang spesifik. Hal ini sangat membantu konselor dalam menghimpun informasi serta menggali feeling of inferiority (FOI) klien..Teknik yang digunakan oleh konselor adalah membangun hubungan yang baik dengan klien. Prayitno (1998:52)
(a)Untuk itu diperlukan keterampilan berkomunikasi dengan baik (b)3 M dan Objektif
Klien yang mengalami kekurangan/kelebihan salah satu organ tubuh. Misalnya; jari tangan kanan berjumlah tujuh. Hal ini mengakibatkan klien merasa rendah diri, dan merasa dirinya aneh jika dibandingkan dengan teman-teman dilingkungannya. |
Konseling self
Carl Rogers adalah pencetusnya. Riwayat hidup: masa kecil diasuh dengan hangat namun kurang kesempatan dalam bermain. Masa kanak-kanak kesepian.
1.Hakekat Manusia
Menerima kliien tanpa syarat (apa adanya).
Rogers menekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari bagaimana dia mamandang realita secara subjektif. Pendekatan ini disebut humanistik, karena sangat menghargai individu sebagai organisme yang potensial. Setiap orang memiliki potensi untuk berkembang mencapai aktualisasi diri. Rogers juga mengemukakan 19 rumusan pandangan mengenai hakekat pribadi (self). Alwisol (2006: 317)
2.Perkembangan Kepribadian
a.Struktur kepribadian.
Struktur kepribadian dalam teori Rogers meliputi:
1) Organisme adalah tempat semua pengalaman, segala sesuatu, yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai event yang terjadi di dalam diri dan dunia eksternal. Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya (realitas) dan satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni bertujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2) Lapangan Fenomena meliputi pengalaman internal (persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi mengenai dunia luar). Lapangan fenomena juga meliputi pengalaman yang disimbolkan (diamati dan disusun dalam kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi diingkari/dikaburkan (karena tidak konsisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubungan dengan struktur diri). Pengalaman yang disimbolkan disadari, sedangkan pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari. Semua persepsi bersifat subjektif, dengan kata lain benar menurutnya sendiri. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi empirik, itupun pengetahuan yang diperoleh tidak bakal sempurna.
3) Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya. Misalnya, orang mungkin memandang dirinya sebagai; “saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hari, dan menarik”. Alwisol (2006: 322)
b.Keperibadian yang normal (sehat)
Terdapat keseimbangan antara organisme, lapangan fenomena dan self sebagai hasil dari interaksi individu untuk selalu berkembang.
c.Keperibadian yang menyimpang (TLSS).
1) Adanya ketidakseimbangan/ketidaksesuaian antara pengalaman organismik dan self yang menyebabkan individu merasa rapuh dan mengalami salah suai.
2) Kharakteristik pribadi salah suai:
Estrangement: membenarkan apa yang sesungguhnya oleh diri sendiri tidak mengenakkan.
Incongruity in behavior: ketidaksesuaian tingkah laku karena COW; hal ini sering menimbulkan kecemasan
Kecemasan: kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
Defense mechanism (DM), tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu)
3) Gejala TLSS:
(a)Kecemasan atau ketengan terus menerus
(b)Tingkah laku yang rigid (tidak luwes)
(c)Menolak situasi baru
(d)Salah dalam memperhatikan.
3. Tujuan Konseling
Pada dasarnya klien sendiri menentukan tujuan konseling, konselor hanya membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan hambatan-hambatannya. Namun secara lebih khusus membebaskan klien dari kungkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam aktualisasi dirinya.
4.Proses dan Teknik Konseling
1)Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon negatif.
2)Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti “saya”.
3)Klien didorang untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang lebih realistik.
4)Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
5)Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya. Prayitno (1998:64)
5.Kharakteristik konselor
(a)Kongruen
(b)Menerima positif tanpa syarat (unconditioning positif regard), dan
(c)Empatik. Alwisol (2006:333)
6.Contohnya:
Klien yang mengalami kesulitan dalam berteman/terlalu kaku (rigid) terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini akan menghambat aktualisasi diri klien untuk diterima di masyarakat.